Pages

Senin, 05 November 2012

Cerpen "Janji Tak Tersampaikan"


     Sore ini ku lihat dari jendela kamarku hujan begitu deras. Aku terdiam di dalam kamar dengan sebuah kenyataan yang teramat sangat pahit bagiku. Iya, pahit sekali. Aku baru saja menyudahi hubunganku dengan Fandy, cowok yang begitu aku sayangi. Aku begitu tak mengerti mengapa dia rela meninggalkanku hanya karena suatu permasalahan kecil yang terjadi pada hubungan kami. Dia memilih menyudahi hubungan ini hanya karena aku baginya terlalu egois. Egois bukan suatu permasalahan yang harus di selesaikan dengan kata END. Dahulu kita sudah mengikrarkan janji kita TOGETHER FOREVER. Apapun yang terjadi, apapun masalahnya, kita harus dapat melengkapi, dapat saling mengingatkan, menjalaninya dengan bersama-sama dalam suka maupun duka. Dia pernah berkata untuk janji tidak akan meninggalkanku, akan selalu menyayanginya. 

    Namun kini hanya bisa aku ingat, aku tangisi. Tiba-tiba mamku memanggilku “Gita, Gita, buka pintunya nak! Kamu sudah tiga hari tidak makan, tidak minum. Kamu juga sudah tiga hari tidak keluar kamar sama sekali nak! Mama khawatir banget sama kamu Gita” ibu berkata. Aku hanya terdiam setelah itu aku tidak menghiraukannya sama sekali. Tiba-tiba kakakku juga ikut memanggilku “ayolah Git, kamu gak mau lagi nemenin kakak ke toko kaset lagi. Filmnya yang kamu favortikan sekarang sudah terbit. Ayo kita sebu. Plis, keluar donk, kasian mama, papa, sahabat-sahabatmu . mereka kangen sama kamu. Mereka ingin bertemu dengan mu. Mereka ingin tau keadaan kamu Git. Janji deh, nanti kalo kamu mau keluar kakak bakalan traktir kamu sepuasnya. Terserah mau dimana kamu mau. Belanja apa terserah!” . “aku baik-baik aja koq. Sudah jangan fikirin aku. Aku bakalan baik-baik aja kok” teriakku dari dalam kamar. Aku tak tau, mengapa begitu aku mendengar ucapan Fandy “kita udahan dulu ya, makasih untuk semua yang udah kamu berikan ke aku, udah berikan aku warna hidup. Aku ga biasa ngelanjutin hubungan kita ini” . aku begitu sangat terpukul. Bagaimana tidak ? orang sudah aku anggap sebagai motivatorku selama ini. Memberikanku semangat selama 1 ½ tahun dalam menjalani penyakitku yang sampai sekarang aku tidak mengerti apa yang aku derita. Iya ! aku 1 ½ tahun belakangan ini mempunyai penyakit yang aku tidak mengerti sama sekali apa sakitku ini. Aku seering mengeluarkan mimisan, dan ginjalku terasa sangat amat begitu sakit. Dokter pernah berkata kepadaku kalau aku bermasalah dengan ginjalku. 

    Namun dokter masih belum tau apa penyebabnya. Namun aku begitu semangat menjalani hidup ini karena Fandy selalu di sampingku. Dengan begitu aku begitu sangat tersentak mendengar dia berkata kalau ia ingin mengakhiri hubungan kita ini.

    Esok harinya. Aku bersiap-siap berangkat ke sekolah. Aku turun dari kamarku menuju meja makan. Semua keluargaku begitu menyambutku dengan senang. Mereka begitu mengkhawatirkanku. Setelah itu, aku berangkat ke sekolah di antar kakakku. Sesampianya di sekolah aku di sambut dengan sahabat-sahabatku. Mereka sama juga seperti keluargaku. Begitu mwngkhawatirkanku. Aku duduk di bangku kelas 2 di SMA BINA BANGSA. Saat pelajaran berlangsung. Aku sama sekali tidak mendengarkan apa yang di jelaskan oleh Bu Vita, guru Bahasa Indonesia. Aku hanya memikirkan setiap kejadian, masa-masa bersama Fandy. Saat istirahat berlangsungpun aku begitu gtidak mempunyai semangat sama sekali untuk ke Kantin. Jangankan ke Kantin. Untuk jalan ke depan kelas pun aku sudah toidak bersemangat sama sekali. Akhirnya aku di tinggal sama sahabat-sahabatku. Aku duduk termenung di dalam kelas sendirian.

     Kring! Kring! Kring! . semua anak berhamburan keluar kelas. Pelajaran hari ini sudah selesai dan waktunya untuk pulang sekolah. Aku berjalan di antara sekerumunan sahabat-sahabatku. Di sepanjang jalan mereka mencoba menghiburku dnegan berbagai cara. Namun aku hanya bisa tersenyum tipis dan berkata “ahh, kalian biasa ajha bikin lelucon” lalu aku terdiam lagi. Tiba-tiba Reni berkata “Loh .. Loh.. eh Git. Loe kenapa kok mimisan loe kluar. Banyak tau’. Loe gapapa kan ? “ Tanya Reni begitu panik. Teman-teman yang lain tergesa-gesa mencari tissue untuk mengusap mimisku yang bertambah banyak. Aku hanya terdiam. Tiba-tiba kepalaku begitu pusing. Dan akhirnya aku tak sadarkan diri.

    Aku terbangun dan tidak menyadari sedang dimana aku berada dengan banyak kerumunan sahabat-sahabatku dan keluarga. Aku begitu tak mengerti mengapa mereka meneteskan air matanya. Padahal aku tidak apa-apa. “Gita, kamu sudah sadar nak. Alhamdulillah Ya Allah. Terima kasih” kata mamaku. “aku ini dimana sih ma, gak jelas banget sih. Aku kan Cuma tidak sebentar kan ma!” tanyaku. “Eh Git. Kamu gatau napa . udah 2 hari kamu ada di rumah sakit. Kamu koma soalny pas pulang sekolah kamu mimisan langsung pingsan” kakakku menjawab. “Ooohh, jadi getohh!”. Sejenak aku terdiam. Aku melihat papaku yang terdiam dan terlihat sedih. “papa kenapa sih, wajahnya lusuh banget. Belum di setrika ya , Hahaha…” candaku. “papa gapapa kok Git, tapi ada satu hal yang harus papa beritau ke kamu Git. Ini tentang sakitmu Git” “kenapa pa, kenapa sama ginjalku? “ “Ginjal kamu Git!” “iya, kenapa pa? “ aku panic “kamu mengidap kanker ginjal yang sampai saat ini dokter belum mengerti obat yang bisa menyembuhkan kanker ini” “Hah! Apa papa ga salah ucap? Papa jangan bercanda. Kelewatan bercandanya pa. ga lucu tau!” “mana mungkin papa bercanda Git. Papa serius. Papa ga bohong sama sekali!” lalu aku terdiam. Aku menangis. Aku sama sekali tidak siap menjalani ini.

    Sudah 6 bulan aku berada di rumah sakit ini. Aku menjalani Kemo terapi untuk menyembuhkan sakitku ini. Iya! Penyakitku ini membuatku tidak mempunyai rambut dan aku harus rela kehilangan jari kelingkingku yang sebelah kiri akibat membusuk dan terpaksa untuk di potong. Aku terdiam di taman rumah sakit dengan seorang suster yang menemaniku dan membantu mendorongku yang duduk di atas kursi roda. Aku berfikir akankan Fandy menjengukku atau sms aku hanya untuk mengucapkan kata “cepat sembuh ya!”. Namun hal itu tidak mungkin terjadi. Itu hanya hayalanku yang ga mungkin tersampaikan. Di sisi lain. Fandy juga sedang bingung. Ia ingin seklai menjenguk Gita ke rumah sakit. Namun ia tidak berani karena ia berfikir apakah kedatangan dia di terima oleh Gita. Ia begitu ingat sekali dengan permintaan Gita di setiap mereka jalan bareng. Gita sangat mengagumi permainan gitar Fandy dengan suara Fandy yang begitu merdu. Mereka biasanya duet bareng menyanyikan lagu. Fandy begitu menyesal karena telah menyudahi hubungannya dengan alasaan yang sama sekali bukan salahnya Gita. Fandy sebenarnya mengakhiri hubungannya Gita bukan karena keegoisan Gita. 

Namun ia takut membuat hati Gita tersakiti lebih dalam karena Fandy telah di jodohkan dengan anak teman mamanya yang sama sekali tidak ia sayangi. Namun ternyata cewek yang di jodohkan dengannya malah selingkuh dengan teman Fandy sendiri yang telah Fandy kenalkan beberapa bulan lalu. Fandy begitu mencintai Gita. Ia sebenarnya tidak rela melepaskan gita dari genggamannya. Ingin sekali menemui Gita dan membicarakan ini baik-baik. Dan ia berharap ia bisa kembali dengan Gita seperti dulu.

    Gita kembali ke kamarnya karena ia harus segera di kemo lagi seperti biasanya. Namun kemo kali ini begitu berbeda dengan kemo biasanya. Gita merasa Gita sudah tidak mempunyai raga sama sekali. Nafasnya begitu memburu dan begitu sesak terasa. Ia di bius dan akhirnya ia tak sadarkan diri. Dokter segera memberikan cairan-cairan kimia melalui infus Gita. Setelah selesai kemo, biasanya Gita terbangun tiga puluh menit setelahnya. Namun kali ini, sudah 8 jam ia tidak tersadarkan setelah kemo tadi. Dokter begitu panik. Dan Gitapun di beri alat bantu pernafasan. Setelah di liat pada alat pendeteksi detak jantung. Ternyata Gita mengalami koma lagi. Fandy akhirnya dengan memberanikan diri pergi ke toko bunga untuk memberi bunga karena ia ingin menjenguk Gita dan ingin berkata kepada Gita semua yang telah terjadi dan Fandy ingin menjalin hubungannya dengan Gita seperti dahulu. Ia juga sudah menyiapkan sebuah cincin yang nanti akan ia berikan kepada Gita.

    Dalam ketidaksadaran Gita itu, Gita bermimpi ia akan bertemu dengan Fandy dan Fandy akan mengajaknya ke kebun teh di puncak. Mereka berjalan menyusuri kebun teh. Disana Fandy menyatakan kalau Fandy begitu mencintai Gita. Fandy menggenggam tangan GIta begitu erat. Namun , Gita belum sempat menjawab kalau Gita ingin kembali menjalani hubungan dengan Fandy, ia serasa semakin menjauh, menjauh, dan menjauh dari Fandy. Genggaman tangan Fandy semakinlama semakin terlepas dari tangan Gita. Ia semakin tenggelam dan menjauh dari Fandy. Gita tak mengerti kenapa ia begitu jauh dengan Fandy. Ia serasa terbawa oleh seseirang yang telah mengajaknya pergi dan menjauh dari Fandy. Fandy yang terlihat tidak menyangka mengapa Gita begitu jauh dan semakin menjauh sampai akhirnya Gita tidak terlihat. Dalam tempat Gita tadi berdiri. Gita meninggal sepucuk surat yang di berikan kepada keluarganya beserta Fandy yang isinya hanya kata TERIMA KASIH. Akhirnya Gita terbangun dari komanya. Lalu semua keluarga dan sahabatnya mendekatinya. Sementara itu, Fandy mengendarai motornya begitu cepat. Lalu ia sampai di rumah sakit dimana Gita di rawat. Fandy begitu tergesa-gesa untuk segera masuk ke ruang Gita.

    Papa dan mama Gita begitu senang melihat Gita tersadarkan dari komanya. Namun Gita tersenyum terlihat begitu ceria. Lalu Gita hanya berkata TERIMA KASIH SEMUANYA , TERIMA KASIH FANDY. AKU SAYANG KAMU FANDY. Lalu mama Gita menjawabnya “kami semua sayang sama kamu Gita. Mama begitu sayang kamu Git! “ . Suara alat pendeteksi jantung tidak lagi memberitahu keadaan detak jantung Gita. Detak jantung Gita begitu terhenti. Dan Gita menutup matanya dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Semua yang berada di dalam ruang Gita begitu panic melihat itu. Dion,kakak Gita cepat memanggil Dokter. Dokterpun datang. Setelah di periksanya Gita. Dokter dengan wajah penuh penyesalan akhirnya harus berkata kepada keluarga Gita. “Dok, kenapa anak saya dok? Di tidak apa-apa kan dok,?” kata papa Gita. “Maaf pak, kami sudah berusaha semaximal mungkin untuk menyembuhkan Gita anak bapak. Namun Tuhan berkehendak lain. Ia telah di panggil Tuhan. Gita telah meninggal dunia” “Dokter jangan main-main dengan saya dok. Anak saya tidak mungkin meninggal dok. Dokter jangan bohongin saya’ “maaf pak!” semua sahabat dan keluarga Gita shock mendengar Gita telah tiada. Bagi sabahat Gita, Gita anak yang begitu ceria menjalani segala halpun. Ia sering membuat semua temannya tersenyum hingga tertawa. Semua menangis. Fandy pun membuka pintu ruang tempat Gita di rawat. Gita sudah di tutup kain putih oleh suster rumah sakit. Fandy tidak mengerti apa yang terjadi. Fandy yang menggenggam bunga dan kotak cincin dengan tak tersadarkan menjatuhkannya. Lalu ia lari ke tempat Gita terbaring. Ia membuka kain putih yang menutupi wajah Gita. Ia lalu menangis melihat Gita dengan senyumnya telah berada tenang di Surga. Fandy begitu terpukul. Ia bersalah besar kepada Gita yang telah menyia-nyiakan Gita. Belum sempat ia membuat Gita bahagia. Belum sempat Fandy membuat Gita tersenyum di saat Gita menjalani kemo terapinya. Fandy hanya bisa menyesal. Fandy harus rela kehilangan Gita yang sangat ia sayangi itu. Ia tak kuat lagi menahan air matanya yang begitu deras mengalir. Keesokan harinya Gita di makamkan di pemakaman keluarganya. Fandy belum bisa menerima kenyataan ini. Perempuan yang sangat ia sayangi yang juga menyayanginya harus pergi meninggalkan ia terlebih dahulu. Ia begitu rapuh. Lalu tiba-tiba ia melihat bayangan Gita yang terdiri di dekat makam Gita sendiri tersenyum kepada Fandy. Fandy yang melihatnya juga ikut tersenyum.

0 komentar: